Ilmu Rahasia yang Tidak Pernah di Ajarin Di Bangku Kuliah
Kamu bangun pagi, buru-buru naik motor, kerja dari jam 8 sampai 5 sore.
Dibayar Rp 5 juta per bulan. Tapi sebelum uang itu sampai ke tanganmu, negara sudah ambil jatahnya.
Gajimu langsung dipotong pajak penghasilan. Namanya: PPh 21.
Lalu kamu belanja kebutuhan harian:
• Beli bensin → bayar pajak.
• Beli mie instan → ada PPN.
• Ngopi di warkop pinggir jalan → tetap kena pajak.
Hidupmu dibungkus pajak. Bahkan kalau kamu beli air minum.
Sekarang bayangkan orang lain punya penghasilan miliaran rupiah per tahun.
Rumahnya megah. Mobilnya dua. Liburan ke Eropa.
Tapi… pajaknya cuma Rp 3 juta setahun. Kadang malah nol.
Kamu mulai mikir:
“Lho, bukannya orang kaya penyumbang pajak terbesar di negara ini?”
Mari kita bongkar mitos itu.
🧠Rahasia Mereka Bukan Mencuri, Tapi Tahu Celahnya
Orang kaya tidak mencurangi pajak. Mereka tidak bohong soal pendapatan.
Mereka hanya terlalu pintar untuk membayar pajak seperti kita.
Kenapa? Karena mereka punya pilihan.
Sementara kita—rakyat biasa—tidak bisa menghindar.
1. Mereka Tidak Terima Gaji Seperti Kita
Kamu: kerja → digaji → langsung dipotong pajak.
Mereka: tidak perlu digaji. Mereka bikin perusahaan, lalu hidup dari uang perusahaan.
Bayangkan begini:
Kalau kamu beli mobil pribadi, ya jelas keluar duit.
Tapi kalau dia beli mobil, ditulis: “aset perusahaan.”
Kalau kamu makan di warung, bayar sendiri.
Kalau dia makan di restoran mahal, ditulis: “menjamu klien.”
Liburan ke Bali?
Kalau dia yang pergi, cukup tulis di laporan: “perjalanan bisnis.”
Semua itu sah. Legal. Diakui oleh undang-undang.
Karena statusnya bukan orang pribadi, tapi “pemilik usaha”.
2. Mereka Bisa Atur Agar Perusahaannya ‘Rugi’
Ini bukan rugi sungguhan. Tapi rugi di atas kertas.
Contohnya:
• Masukkan banyak pengeluaran sebagai biaya operasional.
• Bayar konsultan pajak untuk bantu “rapikan” laporan.
• Tambahkan pengeluaran fiktif: sewa kantor, perjalanan dinas, training karyawan.
Akhirnya, meskipun duit masuk miliaran, laporan laba cuma bilang:
“Perusahaan ini tidak untung. Bahkan rugi.”
Dan kalau perusahaan tidak untung?
Pajak penghasilan badan = nol.
Padahal, pemiliknya tetap bisa hidup mewah dari “fasilitas perusahaan”.
3. Mereka Pakai Skema UMKM
Kalau kamu punya bisnis kecil (omzet < Rp 4,8 miliar/tahun), negara kasih tarif pajak khusus:
0,5% dari omzet. Sederhana dan murah.
Contoh:
• Omzet Rp 2 miliar → cukup bayar Rp 10 juta ke negara.
Bandingkan dengan karyawan gaji Rp 10 juta per bulan:
• Dipotong pajak bisa Rp 1 juta tiap bulan = Rp 12 juta per tahun.
Gajinya kecil, tapi bayar pajak lebih banyak dari pengusaha yang omsetnya miliaran.
4. Mereka Bisa Ambil Uang Tanpa Disebut ‘Penghasilan’
Ini yang paling canggih.
Kamu gajian = langsung tercatat sebagai penghasilan → wajib bayar pajak.
Tapi mereka bisa ambil uang tanpa namanya jadi “penghasilan”. Caranya?
• Dividen: bagi hasil dari perusahaan. Kalau PPh Badan sudah dibayar, dividen tidak kena pajak lagi.
• Pinjam uang ke perusahaan (utang pribadi) → tidak dihitung sebagai penghasilan.
• Reimburse biaya pribadi → uang dikembalikan tanpa tercatat sebagai penghasilan.
Intinya:
Mereka bisa ambil uang perusahaan dan tetap bebas pajak.
📊 Perbandingan Kasus Nyata
Pak Budi kerja kantoran. Gajinya Rp 50 juta per bulan, atau Rp 600 juta setahun. Karena statusnya karyawan, pajaknya langsung dipotong tiap bulan. Total setahun: Rp 103 juta masuk ke negara.
Sementara Pak Andi punya usaha sendiri. Penghasilannya juga Rp 600 juta setahun, sama. Tapi semua biaya hidupnya ditulis sebagai operasional bisnis: mobil, makan, liburan — semua ditanggung perusahaan.
Laporan ke negara? Cukup bilang: “Laba bersih cuma Rp 100 juta.”
Pajak yang dibayar?
Kalau pakai tarif UMKM: cuma Rp 3 juta.
Padahal, uang yang masuk ke keduanya sama.
Tapi sistemnya? Jelas berpihak.
Yang kerja 9 jam dipotong di awal.
Yang punya PT, bisa atur sendiri.
Padahal penghasilan mereka sama, tapi pajaknya? Jomplang.
💥 Analogi Sederhana:
Bayangkan negara adalah restoran all you can eat.
Kita — rakyat biasa — bayar penuh di awal sebelum makan.
Sementara mereka — pemilik restoran — bisa makan sepuasnya, lalu nyatet:
“Oh, ini bahan baku usaha kok.”
💼 Mau Belajar Cara Hidup ala Pak Andi?
Kalau kamu pengen:
• Belajar bikin CV atau PT sendiri
• Punya strategi pajak yang legal & efisien
• Dapat template laporan pajak yang aman dan hemat
Karena tahu caranya, bisa mengubah nasibmu.
Sekarang kamu tinggal pilih jadi pak budi atau pak Andi………….
📌 Akhirnya Kita Tahu Siapa yang Benar-Benar Menanggung Negara
Bukan mereka yang hartanya triliunan.
Bukan pemilik jet pribadi yang liburan disebut “meeting”.
Tapi kamu.
Yang beli mie instan pun masih disuruh bayar PPN.
Yang makan sederhana, tapi tetap dikenai pajak.
Yang beli minyak goreng, sabun mandi, bahkan mie instan pun tak luput dari pungutan.
Semua demi “pembangunan”, katanya.
Tapi yang menikmati pembangunan itu bukan kamu.
Yang benar-benar membayar jalan tol, rumah dinas, dan subsidi mereka adalah kamu.
Negara ini telah gagal berpihak.
Bukan sekadar timpang, tapi dzalim.
Karena hukum tajam ke bawah, dan tumpul ke atas.
Karena sistem dibuat untuk melindungi harta segelintir orang, bukan keadilan untuk seluruh rakyat.
Dan di saat seperti inilah, kita sadar:
Sistem ini cacat dari pondasinya.
Ia tak dibangun untuk adil, tapi untuk bertahan di tangan elite.
Maka selama hukum dibuat oleh manusia serakah,
Selama aturan tunduk pada uang,
Selama kekuasaan dikendalikan oleh pemilik modal…
sumber artikel: Ngopidiyyah